Cerita Pagaralam – Pertumbuhan ekspor Sumatera Selatan (Sumsel) terus menunjukkan tren positif hingga Oktober 2025. Berdasarkan data terbaru dari Badan Karantina, nilai ekspor daerah ini telah menembus Rp 14,86 triliun dengan total 5.991 sertifikat ekspor yang diterbitkan. Angka ini menunjukkan geliat ekonomi yang semakin meningkat, baik dari komoditas tradisional maupun peluang ekspor baru.
Dari total nilai ekspor tersebut, sektor karantina tumbuhan masih menjadi penyumbang terbesar dengan nilai mencapai Rp 14,83 triliun. Komoditas unggulan antara lain karet, kelapa bulat, PKE sawit, kayu karet olahan, dan karet lempengan. Nilai ekspor ini mencerminkan tingginya permintaan internasional terhadap produk unggulan Sumsel, khususnya karet dan kelapa, yang dikenal memiliki kualitas premium.
Sementara itu, sektor karantina ikan juga menunjukkan kontribusi signifikan dengan nilai ekspor mencapai Rp 26,7 miliar. Komoditas yang diekspor antara lain ikan betutu, ikan botia, udang windu, daging katak, dan black tiger frozen shrimp. Eksportir lokal menyatakan bahwa permintaan pasar global terhadap produk perikanan Sumsel cukup tinggi, khususnya untuk udang windu dan ikan eksotik, yang banyak diminati negara Asia dan Eropa.
Sedangkan sektor karantina hewan mencatat nilai ekspor sebesar Rp 707 juta, yang meliputi sarang burung walet dan madu. Produk-produk ini dikenal memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar internasional, terutama di negara-negara Timur Tengah dan Asia, karena kualitasnya yang premium dan permintaan konsumen yang stabil.
Sri Endah Ekandari, Kepala Balai Karantina Sumsel, mengatakan bahwa Sumsel menjadi wilayah ekspor yang luar biasa karena pertumbuhan ekspornya tidak hanya berasal dari komoditas lama saja, tetapi juga muncul peluang ekspor baru.
“Kami melihat geliat ekspor Sumsel sangat dinamis. Produk-produk lama seperti karet dan kelapa tetap mendominasi, namun kini eksportir juga mulai menyiapkan komoditas baru untuk pasar internasional,” ujarnya.
Salah satu peluang baru tersebut adalah ekspor kayu manis, yang kini sedang dipersiapkan oleh eksportir lokal setelah mengikuti pameran perdagangan di Jakarta. Produk kayu manis Sumsel memiliki kualitas aroma dan rasa yang unggul sehingga berpotensi menembus pasar Asia dan Eropa. Selain kayu manis, pihak Balai Karantina juga tengah mendorong pengembangan komoditas rempah-rempah lain, olahan buah tropis, serta produk-produk pertanian bernilai tambah untuk meningkatkan diversifikasi ekspor Sumsel.
Menurut Sri Endah, upaya ini didukung dengan penerapan sertifikasi dan standar kualitas internasional, sehingga produk Sumsel lebih mudah diterima di pasar global. Pemerintah daerah dan eksportir lokal juga gencar mengikuti pameran dagang, pelatihan ekspor, serta pendampingan pengurusan dokumen karantina, guna mempermudah proses ekspor dan memperluas jaringan pasar.
Selain itu, peningkatan ekspor Sumsel juga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi lokal, lapangan pekerjaan, dan peningkatan pendapatan petani serta nelayan. Dengan meningkatnya permintaan internasional, para pelaku usaha lokal diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, sehingga kontribusi Sumsel terhadap devisa negara terus meningkat.
Kepala Balai Karantina Sumsel menambahkan, pihaknya terus memfasilitasi eksportir baru, membantu proses sertifikasi, serta mengawasi kualitas produk ekspor, agar Sumsel semakin dikenal sebagai provinsi dengan produk ekspor unggulan dan berdaya saing tinggi.
Dengan capaian ekspor Rp 14,86 triliun, Sumsel tidak hanya menegaskan posisinya sebagai salah satu daerah penghasil komoditas unggulan di Indonesia, tetapi juga membuka peluang baru bagi produk lokal untuk merambah pasar global. Produk kayu manis, rempah, serta komoditas pertanian olahan diyakini akan menjadi kontributor utama pertumbuhan ekspor Sumsel di tahun-tahun mendatang.








